Yoo.. Hindari Perilaku Korup...!!

Senin, 28 Maret 2016

NASIRIN L SUKARTA PUJANGGA BARU SASTRA BANYUMASAN


Nasirin L Sukarta
Nasirin Lebdoyono Sukarta alias Kartawea, Sastrawan Banyumas Novelis "Kumandang Tembang Mrapat (KTM)" dan "Perkutut Tembagan" Penerbit SIP Publishing. Penulis yang berasal dari Desa Kalisube, Kecamatan Banyumas tergolong unik dalam menghasilkan karya-karyanya karena tidak menggunakan mesin ketik atau laptop tetapi menggunakan HP Jadul miliknya. Merangkai kata demi kata di Gubug belakang rumahnya di pinggir bantaran Sungai Serayu. Nasirin L Sukarta merupakan generasi baru sastrawan Banyumas sesudah Romo Ahmad Tohari dari Tinggarjaya Jatilawang. Karya-karyanya mengambil seting sejarah Banyumas masa lalu dengan tutur bahasa yang indah, enak dibaca dengan isinya yang padat penuh pesan-pesan Etika, estetika, filosofis, paedogogis, antropologis, dll.

Menggunakan HP Jadul tak menghalanginya untuk melahirkan novel-novel bermutu tinggi dan berkelas. Menguasai dan paham betul seluk-beluk sejarah Banyumas dari awal berdirinya Kabupaten Banyumas, zaman pra sejarah, zaman sejarah, dan masa kini, merupakan kemampuan yang langka dimiliki Budayawan Banyumas generasi baru. Kehadiran karya sastranya membangunkan kembali geliat Sastra Banyumasan yang sempat meredup, menjadi pelecut kebangkitan sastra Banyumasan di tengah badai gelombang zaman informasi dan teknologi yang terus menggerus notkah-notkah identitas jati diri peradaban Banyumasan dan warga dunia secara keseluruhan.

Budaya adalah hasil olah cipta, karsa rasa manusia dengan berbagai bentuknya sepertil seni sasta, seni pahat, seni lukis, seni musik telah ada sejak jaman dahulu kala. Kebudayaan tak akan terpisahkan dalam kehidupan manusia, ia senantiasa bersanding mendampingi setiap peradaban dengan kanvas-kanvas kesejarahanya. Manusia tanpa Kebudayaan akan sepi dan mati karena manusia akan membeku sepeti Es di Kutub Utara, Sastra menjadi cara menumpahkan ide-ide yang tumpah-ruah di pelataran jagad raya dan seisinya dengan tema-tema yang naturalis, realis, surealis, dll. menjajakan aktor-aktor kehidupan antagonis dan protagonis dengan babakan akhir sedih, senang. Jagad Banyumas masa lalu dan masa kini terus bergerak menghasil drama-drama kehidupan yang tercecer di belantara kisah-kisanya.

Kumandang Tembang Mrapat Karya Nasirin L Sukarta

Kumandang Tembang Mrapat menjadi pertanda (Bms;tenger) di blantika sastra tulis Banyumasan di tengah kesimpang siuran hari kelahiran Banyumas yang telah lama di peringati tanggal 04 April setiap tahunnya. Perdebatan dan perbedaan sudut pandang sejarah dari berbagai pihak tanpa bukti-bukti sejarah melahirkan kesimpang-siuran yang cukup lama sampai akhirnya tahun 2016 Hari Lahirnya Banyumas diperingati setiap tanggal 22 Februari. Kumandang Tembang Mrapat (KTM) seolah menandai kelahiran Banyumas yang sebenarnya, meskipun terlalu berlebihan menafsirkan novel KTM dengan kembali lahirnya Kabupaten Banyumas ke asalnya sesuai dengan sejarah saat Adipati Mrapat ditunjuk menjadi Adipati Banyumas yang pertama. KTM adalah langkah Nasirin L Sukarta menjejakan kaki di bumi sastra Banyumas, tiga kata yang menjadi titel Novelnya, KTM seperti mewakili kisah pribadi tampil di publik setelah sekian lama larut dalam tumpukan-tumpukan ide yang memenuhi HP Jadulnya dan menembus sastra Banyumas yang kering akan penerusnya.

Perkutut Tembagan; Nasirin L S.
Perkutut Tembagan (PT) yang dilaunching di DBoz Cafee Karangkobar Purwokerto, Sabtu 26/03/2016 masih di terbitkan SIP milik penerbit muda Indra Defandra menandakan makin eksisnya Nasirin L Sukarta dalam blantika sastra Banyumasan. Perkutut menjadi lambang dirinya mulai berkibar dengan karya-karya yang diakui oleh pegiat sastra dan penggemar sastra Banyumasan dengan karya terdahulu, KTM makin menegaskan penulis asal Desa Kalisube menembus pengakuan daerah, regional dan nasional. Memlih kata Tembagan sebuah nama pohon yang merupakan "prasasti" tonggak awal sejarah dimulainya Kabupaten Banyumas di Hutan Mangli daerah Kejawar Desa Kalisube, pohon yang mempunyai warna khas coklat dan buah kekuningan seperti logam tembaga. Kerendahan hati bahwa ia baru melangkah kakinya di tangga menuju puncak kejayaan Sastra Banyumasan. Kenapa tak memilih logam Emas dalam judul novel terbarunya, Kartawea menyadari bahwa manusia blakasuta, apa adanya lembah manah, andap asor, bahwa dirinya masih dalam proses belajar dan belajar, menulis dan menulis. berkarya dan berkarya, ia akan terus menarikan jari-jemarinya di atas keypad HP Jadulnya untuk menghasilkan dan melahirkan novel-novel Banyumasan bagi sesama dengan menggunakan media novel sebagai cara memotret kisah cerita warga penginyongan dibalut kisah sejarah masa lalu Banyumas, agar warga Banyumas tak lapuk oleh sejarahnya tetapi tak mati menghadapi perubahan.

Karangnangka 27/03/2016
Mulyono Harsosuwito Putra (Kang Mul)
Ketua Institut Studi Pedesaan dan Kawasan

Catatan: Nasirin Lebdoyono Sukarta dengan nama Facebook Kartawea, sebagaimana dijelaskan pada tautan di atas adalah Anggota Kehormatan Komunitas Sugino Siswo Carito (KSSC) suatu Komunitas Pandhemen Wayang Kulit Gagrag Banyumasan. Kang Nas adalah Sastrawan Besar Banyumasan, Pujangga masa kini yang sederhana dan narimo. Hidupnya didedikasikan untuk pelestarian 'Bahasa dan Sastra Banyumasan'. Sastrawan yang berani menerima tantangan sesepuh KSSC untuk menulis ceritera Wayang Jaman Wiwitan (Lahirnya Bawor) dengan judul "Ismaya Metamorfosa" yang sekarang sedang dalam akselerasi menuju proses cetak. Beliau juga telah menyelesaikan naskah tembang Macapat dengan judul "Jamaldi" yang juga menunggu cetak. Melestarikan Budaya Banyumasan tetap kita lakukan melalui semua sisi kegiatan, cara dan kemungkinan. Nuwun. KWC/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar